Keynote speaker
Dr. Ir. Bayu Krisna Murthi, M.Si
Komisaris Utama PT Rajawali Nusantara (Persero)
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran dalam hal ini diwakili Departemen Sosial Ekonomi Pertanian mengadakan acara Seminar Nasional Pertanian & Call For Papers Tahun 2022 yang mengangkat tema “Optimalisasi Peran Pemerintah dalam Mengantisipasi Krisis Pangan Internasional”. Dimana Bapak Dr. Ir. Bayu Krisna Mukti menjadi pembicara utama (Keynote speaker) dengan memaparkan materi yang berjudul “Memahami Krisis Pangan dan Optimasi Peran Pemerintah”
Pemerintah pada dasarnya memiliki dua fungsi yaitu APBN dan Regulasi. Jika melalui APBN maka kontribusinya hanya 10 -15 persen sedangkan 85 persen harus datang dari masyarakat yang memang berkaitan langsung dengan pangan. Tema pada seminar nasional ini berupa optimalisasi peran pemerintah yang di usung oleh Unpad ini sebenarnya menurut Pak Bayu mengarah pada optimalisasi kebijakan.
Defenisi dari UN yaitu dari hunger yang mana masalah pangan ada spektrumnya mulai dari uncertainty sampai tidak ada makanan sama sekali. Dalam hal ini UN membuat phase yang disebut Integrated Food Security Phase Classification (IPC) yang terdiri atas ada 5 phase krisis pangan yang menjadi kode yang disebut krisis apabila telah masuk pada phase 3 yaitu acute food and livelihood crisis. Yang disebut dengan krisis pangan adalah adanya phase 3 or above, dimana 70 persen terdapat di 10 negara yaitu Chongo, Afghanistan, Ethopia, Yemen, Nigeria, Syrian, Sudan, South Sudan, Pakistan dan Haiti.
Namun yang harus menjadi perhatian menurut Pak Bayu adalah food commodity price crisis dimana pangannya tersedia tapi harganya naik atau lebih mahal. Masalahnya bukan hanya di pangan (food) tapi juga pada fuel & fertilizer crisis dan ini sudah dirasakan secara global. Jika harga naik yang kena adalah daya beli dan juga berdampak pada Masyarakat miskin. Maka jika optimalisasi peran pemerintah mau di optimalkan maka konsentrasi kebijakan pemerintah harus diarahkan pada masyarakat miskin yang terganggu konsumsinya karena kenaikan harga pangan.
Jadi critical point nya ada di inflation berarti keluarga membutuhkan lebih banyak uang dalam pemenuhan konsumsinya yang berdampak pada gizi, kesehatan dan lain-lain. Food price crisis riots dan Arab spring berkaitan erat dengan kenaikan harga. Dimana kita di Indonesia hungry dekat dengan angry. Masalah utamanya adalah harga pangan yang tidak ada kaitannya dengan supply dan demand karena masalahnya datang dari yang lain karena faktor energy, pupuk, dan logistik.
Jadi peran pemerintah ke depan focus bukan hanya kecukupan tapi juga pemenuhan gizi. Pra panen perlu untuk mendata stok panen dan menyiapkan mekamisme pangan. Masalah pangan itu adalah masalah jangka panjang dan perlu kebijakan yang terus menerus.
Untuk lengkapnya dapat dilihat pada Link berikut :
Akhir-akhir ini, isu kelaparan dan kerawanan pangan menjadi isu utama yang paling sering dibahas. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan bahwa kelaparan akut akan terjadi sebagai akibat perubahan iklim, cuaca ekstrem, kejutan ekonomi termasuk efek domino pademi Covid-19, wabah penyakit, gangguan hama tanaman dan penyakit hewan, perpindahan populasi yang terpaksa/mengungsi serta konflik dan masalah ekonomi lainnya menjadi factor yang membuat kerawanan pangan.
Tingkat kerawanan pangan akut mencapai rekor tertinggi, dimana berdasarkan catatan program pangan dunia sebanyak 193 juta orang mengalami kerawanan pangan di 53 negara atau wilayah pada tahun 2021. Memasuki 2022, peningkatan resiko keamanan pangan menjadi lebih mengkhawatirkan ketika dampak perang Rusia-Ukraina berkontribusi memicu krisis pangan, adanya kebijakan larangan ekspor bahan baku makanan yang dilakukan beberapa negara seperti India juga menjadi penyebab naiknya harga pangan.
Ketahanan pangan dinilai tidak aman ketika ketersediaan pangan lebih kecil dibandingkan permintaan atas kebutuhan masyarakat. Hal ini membuat kondisi ekonomi menjadi tidak stabil. Hal ini terbukti dengan terjadinya peningkatan harga pangan yang mendorong jutaan orang ke dalam kerwanan pangan. Oleh karenanya, terdapat urgensi dimana krisis pangan harus segera ditangani.
Krisis pangan lebih mungkin terjadi pada populasi yang mengalami kerawanan pangan dan gizi buruk berkepanjangan. Apabila tidak segera ditangani, krisis pangan dapat memicu goyangnya pilar ketahanan pangan yaitu ketersediaan, akses, pemanfaatan maupun kestabilan pangan. The Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai organisasi pangan dan pertanian PBB menyebutkan, krisis pangan adalah kondisi ketika terjadi kerawanan pangan akut dan malnutrisi yang meningkat tajam, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Kategori kunci dari kerawanan pangan (food insecurity) mengacu pada kurangnya akses yang aman ke sejumlah makanan yang memadai dan bergizi untuk pertumbuhan normal manusia dan perkembangan dan kehidupan yang aktif dan sehat. FAO menekankan kata kunci keragaman dan akses atas ketersediaan yang konsisten untuk dimanfaatkan. Kerawanan pangan akut bisa terjadi ketika tingkat keparahan yang mengancam kehidupan, mata pencaharian atau keduanya, terlepas dari penyebab, konteks atau durasi.
Menyikapi dinamika berbagai permasalahan pangan tersebut, Presiden Joko Widodo menyerukan tiga fokus utama yang harus segera dilakukan untuk menghindari krisis ketersediaan pangan di tahun 2023, diantaranya: pertama, peningkatan kapasitas produksi hingga pendistribusian komoditas pangan; kedua, memastikan offtaker yang akan menampung hasil peningkatan produksi agar terserap maksimal; ketiga, pentingnya pendistribusian komoditas pangan yang telah diproduksi.
Wujud atau implementasi dari perintah Presiden Jokowi dapat dilihat dengan dibentuknya holding BUMN pangan dengan brand yang Bernama ID Food. Pembentukan Holding Pangan ditandai dengan penandatanganan oleh PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) (RNI) yang ditunjuk sebagai induk holding BUMN pangan dengan lima BUMN pangan (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) (PPI), PT Sang Hyang Seri (Persero) (SHS), PT Perikanan Indonesia (Persero) (Perindo), PT Berdikari (Persero), dan PT Garam (Persero)).
Adapun tujuan utama dalam implementasi holding BUMN pangan ini adalah memperkuat ekosistem serta ketahanan pangan Indonesia melalui peningkatan produksi dan efisiensi melalui integrasi rantai nilai pada berbagai komoditas pangan utama seperti beras, jagung, dan hortikultur (SHS), gula (RNI), garam (Garam), ayam dan sapi (Berdikari), dan ikan (Perindo) dengan kegiatan logistik dilakukan oleh PPI.
Pembentukan holding BUMN pangan yang akan mencakup seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir tidak hanya akan berdampak pada rendahnya kompetisi di sektor pertanian tetapi juga akan menghambat investasi yang sangat dibutuhkan sektor ini untuk meningkatkan produktivitas. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai induk holding BUMN pangan bertujuan untuk memperkuat dominasi BUMN di Indonesia dan mengurangi keterlibatan swasta dan minat investasi di sektor pertanian.
Pertanyaannya apakah Indonesia memiliki tingkat ketahanan pangan yang cukup baik dalam rangka menghadapi isu krisis pangan internasional. “Apa upaya Indonesia dalam menghadapi isu krisis pangan internasional?” dan “Bagaimana peran holding BUMN pangan dalam mempersiapakan diri menghadapi kondisi krisis pangan internasional?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka seminar nasional ini diharapkan mampu memberikan jawaban dari berbagai pihak terkait seperti dari sisi petani yang di wakili oleh Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat, pembicara dari BUMN Holding Pangan oleh Komisaris Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) dan Direktur Utama Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Pembicara dari Kemetrian pertanian yang diwakili oleh Direktorat Perbenihan Hortikultura, pihak akademisi yang diwakili oleh para Doktor dan Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad serta pembicara dari pihak Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI).
Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran akan melaksanakan seminar yang mengangkat tema “Mengoptimalkan Peran Pemerintah dalam Peningkatakan Ketahanan Pangan Nasional Menghadapi Krisis Pangan Internasional”. Pelaksanaan seminar ini didasarkan pada tujuan SDGs nomor 2 yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Tujuan ini sejalan dengan prioritas pembangunan Indonesia yang termaktub ke dalam prioritas ketahanan pangan dan penciptaan lapangan kerja.
Seminar Nasional ini dimaksudkan untuk memaparkan dan mensosialisasikan cara kerja holding BUMN pangan dalam perbaikan supply chain pangan, masalah pasokan dan permintaan sampai keberpihakan pada petani. Harapannya, hasil dari kegiatan seminar nasional ini adalah para akademisi, peneliti, pelaku agribisnis dan agroteknologi, masyarakat serta pemerintah mampu secara bersama-sama menyerukan dan mendukung pemerintah dalam menghadapi isu pangan global.
Keynote Speaker
Dr. Ir. Bayu Krisna Murthi, M.Si
Komisaris Utama PT Rajawali Nusantara (Persero)
Pembicara Hari Pertama
Dr. Inti Pertiwi Nashwari, SP., M.Si
Direktorat Perbenihan Hortikultura
H. Otong Wiranta, SP, M.M
Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat
Dr. Ir. Ronnie Susman Natawidjaja, M.Sc
Akademisi/Fakultas Pertanian Unpad
Pembicara Hari Kedua
Dr. Frans Marganda Tambunan
Dirut Utama Perhimpunan Ekonomo Pertanian Indonesia (PERHEPI)
Nasrul Hakim, SP
Alumni Agroteknologi (2009)/ Owner Kahfi Farm dan Duta Petani MIlenial Indonesia
Dr. Tomi Perdana, SP., MM
Akdemisi/Fakultas Pertanian Unpad
Moderator
Dr. Iwan Setiawan, SP, MSi
Akdemisi/Fakultas Pertanian Unpad
Adapun tujuan kegiatan Seminar Nasional ini antara lain :
Adapun luaran dari kegiatan seminar nasional ini antara lain :
Topik Kajian